Jumat, 22 Maret 2013

Fadlillah_Bieber : Makalah Gangguan Kelenjar Hipofise anterior


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1    Latar belakang
            Sistem endokrin terdiri dari sekelompok organ (kadang disebut sebagai kelenjar sekresi internal), yang fungsi utamanya adalah menghasilkan dan melepaskan hormon-hormon secara langsung ke dalam aliran darah. hormon berperan sebagai pembawa pesan untuk mengkoordinasikan kegiatan berbagai organ tubuh. Sistem endokrin, dalam kaitannya dengan sistem saraf, mengontrol dan memadukann fungsi tubuh. Kedua sistem ini bersama-sama bekerja untuk mempertahankan homeostasis tubuh.
            Kelenjar Hipofise adalah suatu kelenjar yang terletak di dasar tengkorak dibawah Hypothalamus yang memegang peranan penting dalam sekresi hormon dari semua organ-organ endokrin. Hormon yang diproduksi sebagai Stimulator-provokator organ organ lain sehingga mampu aktif. Kemampuan hipofise dalam mempengaruhi atau mengontrol langsung aktivitas kelenjar endokrin lain menjadikan hipofise dijuluki “ master of gland “.
            Pada kelenjar hipofise tejadi hipersekresi maupun hiposekresi hormon, hal ini akan menyebabkan beberapa kelainan yang perlu kita ketahui tanda, diagnosa dan penatalaksanaanya. Hal ini kita pelajari karena kita sebagai seorang calon  perawat harus mengerti dan bisa mengaplikasikan dalam dunia kerja nantinya.

1.2 Rumusan masalah
1.1.1        Bagaimana anatomi dan fisiologi kelenjar hipofisis anterior?
1.1.2        Apa pengertian dari hiperpituitari dan hipopituitari ?
1.1.3        Apa etiologi dari hiperpituitari dan hipopituitari ?
1.1.4        Bagaimana patofisiologi dan woc dari hiperpituitari dan hipopituitari ?
1.1.5        Apa saja manifestasi klinis hiperpituitari dan hipopituitari ?
1.1.6        Bagaimana penatalaksanaan hiperpituitari dan hipopituitari ?
1.1.7        Bagaimana komplikasi dari hiperpituitari dan hipopituitari ?
1.1.8        Bagaimana evaluasi diagnostik hiperpituitari dan hipopituitari ?
1.1.9        Bagaimana prognosis hiperpituitari dan hipopituitari ?
1.1.10    Bagaimana asuhan keperawatan yang dilakukan pada pasien yang mengalami hiperpituitari dan hipopituitari ?

1.3  Tujuan
1.3.1   Tujuan umum
Menjelaskan tentang apa itu hiperpituitari dan hipopituitari dan bagaimana asuhan keperawatan yang harus dilakukannya

1.3.2   Tujuan khusus
1.        Menjelaskan anatomi dan fisiologi kelenjar hipofise anterior
2.        Menjelaskan tentang hiperpituitari dan hipopituitari
3.        Menjelaskan etiologi dari hiperpituitari dan hipopituitari
4.        Menjelaskan patofisiologi dan woc dari hiperpituitari dan hipopituitari
5.        Menjelaskan manifestasi klinis pada pasien yang mengalami hiperpituitari dan hipopituitari
6.        Menjelaskan penatalaksanaan pada pasien hiperpituitari dan hipopituitari
7.        Menjelaskan komplikasi yang timbul pada pasien dengan hiperpituitari dan hipopituitari
8.        Menjelaskan evaluasi diagnostik pada hiperpituitari dan hipopituitari
9.        Menjelaskan prognosis pada pasien dengan hiperpituitari dan hipopituitari
10.    Menjelaskan asuhan keperawatan pada pasien dengan hiperpituitari dan hipopituitari

1.4    Manfaat
a.    Mengetahui dan menjelaskan apa itu gangguan kelenjar hipofise anterior khususnya hiperpituitari dan hipopituitari, cara menanganinya dan bagaimana asuhan keperawatannya.



BAB 2
PEMBAHASAN

2.1    Anatomi Dan Fisiologi Kelenjar Hipofise Anterior
            Hipofisa merupakan sebuah kelenjar sebesar kacang polong, yang terletak di dalam struktur bertulang (sela tursika) di dasar otak. Sela tursika melindungi hipofisa tetapi memberikan ruang yang sangat kecil untuk mengembang.
            Jika hipofisa membesar, akan cenderung mendorong ke atas, seringkali menekan daerah otak yang membawa sinyal dari mata dan mungkin akan menyebabkan sakit kepala atau gangguan penglihatan.
            Hipofisa mengendalikan fungsi dari sebagian besar kelenjar endokrin lainnya. Hipofisa dikendalikan oleh hipotalamus, yaitu bagian otak yang terletak tepat diatas hipofisa. Hipofisa memiliki 2 bagian yang berbeda, yaitu lobus anterior (depan) dan lobus posterior (belakang).
            Hipotalamus mengendalikan lobus anterior (adenohipofisa) dengan cara melepaskan faktor atau zat yang menyerupai hormon melalui pembuluh darah (vaskuler) yang secara langsung menghubungkan keduanya. Pengendalian lobus posterior (neurohipofisa) dilakukan melalui impuls saraf.
Lobus anterior menghasilkan hormon yang pada akhirnya mengendalikan
fungsi:

Kelenjar tiroid, kelenjar adrenal dan organ reproduksi (indung telur dan
     buah zakar)
Laktasi (pembentukan susu oleh payudara)
Pertumbuhan seluruh tubuh.
          Adenohipofisa juga menghasilkan hormon yang menyebabkan kulit berwarna lebih gelap dan hormon yang menghambat sensasi nyeri.
          Dengan mengetahui kadar hormone yang dihasilkan oleh kelenjar yang berada dibawah kendali hipofisa (kelenjar target), maka hipotalamus atau hipofisa bisa menentukan berapa banyak perangsangan atau penekanan yang diperlukan oleh hipofisa sesuai dengan aktivitas kelenjar target.
          Hormon yang dihasilkan oleh hipofisa (dan hipotalamus) tidak semuanya dilepaskan terus menerus. Sebagian besar dilepaskan setiap 1-3 jam dengan pergantian periode aktif dan tidak aktif.
          Beberapa hormon (misalnya kortikotropin yang berfungsi mengendalikan kelenjar adrenal, hormon pertumbuhan yang mengendalikan pertumbuhan dan prolaktin yang mengendalikan pembuatan air susu) mengikuti suatu irama yang teratur, yaitu kadarnya meningkat dan menurun sepanjang hari, biasanya mencapai puncaknya sesaat  sebelum bangun dan turun sampai kadar terendah sesaat sebelum tidur.  Kadar hormon lainnya bervariasi, tergantung kepada beberapa faktor. Pada wanita, kadar LH (luteinizing hormone) dan FSH (follicle-stimulating hormone) yang mengendalikan fungsi reproduksi, bervariasi selama siklus menstruasi.  Terlalu banyak atau terlalu sedikitnya satu atau lebih hormon hipofisa  menyebabkan sejumlah gejala yang bervariasi.

A. Fungsi Lobus Anterior
          
            Lobus anterior merupakan 80% dari berat kelenjar hipofisa. Bagian ini melepaskan hormon yang mengatur pertumbuhan dan perkembangan fisik yang normal atau merangsang aktivitas kelenjar adrenal, kelenjar tiroid serta indung telur atau buah zakar.
            Jika hormon yang dilepaskan terlalu banyak atau terlalu sedikit, maka kelenjar endokrin lainnya juga akan melepaskan hormon yang terlalu banyak atau terlalu sedikit.
            Salah satu hormon yang dilepaskan oleh lobus anterior adalah kortikotropin (ACTH, adenocorticotropic hormone), yang merangsang kelenjar adrenal untuk melepaskan kortisol dan beberapa steroid yang menyerupai testosteron (androgenik). Tanpa kortikotropin, kelenjar adrenal akan mengkisut (atrofi) dan berhenti menghasilkan kortisol, sehingga terjadi kegagalan kelenjar adrenal. Beberapa hormon lainnya dihasilkan secara bersamaan dengan kortikotropin, yaitu beta-melanocyte stimulating hormone, yang mengendalikan pigmentasi kulit serta enkefalin dan endorfin, yang mengendalikan persepsi nyeri, suasana hati dan kesiagaan.TSH (thyroid-stimulating hormone) juga dihasilkan oleh lobus anterior dan berfungsi merangsang kelenjar tiroid untuk menghasilkan hormon tiroid.Terlalu banyak TSH menyebabkan pembentukan tiroid yang berlebihan (hipertiroidisme), terlalu sedikit TSH menyebabkan berkurangnya pembentukan hormon tiroid (hipotiroidisme).

Hormon yang Disekresi Kelenjar Hipofise Anterior
            Sel-sel hipofisis anterior  merupakan sel-sel yang  khusus mensekresikan hormon-hormon tertentu, hormon-hormon tersebut yaitu :
a.  Adrenocorticotropic hormone (ACTH)
Korteks adrenal mensintesis dan mensekresi hormon steroid. Hormon yang dominan adalah :
1)  Kortisol      : memiliki efek glukokortiroid  terhadap metabolisme karbohidrat                dan merupakan respon terhadap stres. Kelebihan glukukortiroid memiliki efek         katabolik terhadap metabolisme protein.
2)  Aldosteron : mengatur homeostatis garam dan air.
3)  Androgen   : testosteron, androstenedion, 17 hidroksiprogesteron, dan   dehidroepiandrosteron sulfat (DHEAS) memiliki efek mempertahankan          karakterisitik seksual sekunder. Kelebihan produksi androgen menyebabkan      virilisasi pada wanita.
     ACTH disintesis pada sel kortikotrop hipofisis anterior dan dilepaskan pada      stimulasi pada stimulasi sel krtikotrop oleh hormon pelepas kortikotropin            (CRH) hipotalamus.
b.  Thyroid stimulating hormone (Thyrotropin, TSH)
     TRH merupakan tripeptida yang disintesis di nukleus paraventrikularis dan        supraoptikus di hipotalamus dan disimpan pada eminensia mediana. Sistem     vena portal mentranspor TRH ke hipofisis anterior tempat hormon ini      menstimulasi sintesis TSH dan juga melepaskan TSH dan prolaktin.
     Kerja hormon tiroid adalah untuk memberikan efek kalorigenesis, metabolisme karbohidrat dan lemak, serta efek pertumbuhan dan perkembangan.
c.  Gonadotropin  ( FSH&LH)
     Hormon pelepas gonadotropin GnRH merupakan contoh sempurna dari             hormon peptida untuk studi, karena banyak sekali yang diketahui mengenai          sifat kimia, produksi, pelepasan, dan kerjanya. GnRH merupakan peptida      hipotalmik yang dilepaskan secara pulsatil ke  dalam sistem aliran darah portal      hipotalamus-hipofisis yang memasok kelenjar jipofisis anterior. Sekresi pulsatil tersebut mempertahankan fungsi gonadotrop hipofisis anterior untuk    melepaskan gonadotropin LH dan FSH yang diperlukan untuk fungsi ovarium      dan testis yang baik.
d.  Growth hormone (GH)
     GH disintesis di sel somatotrop pada kelenjar hipofisis anterior. GH merupakan             bagian dari famili hormon polipeptida bersama prolaktin (PRL) dan laktogen    plasenta. Kerja GH yang paling dramatis adalah pada pertumbuhan otot dan             tulang skelet. Adapun kerja dari GH tersebut dapat dibagi menjadi kerja direct      dan indirect. Kerja direct hormon GH bersifat diabetogenik karena kerja            hormon ini berlawanan dengan kerja insulin dan bersifat lipolitik di sel lemak                    dan glukoneogenetik di sel otot. Sedangkan kerja indirect hormon GH belerja     pada hati untuk menstimulasi sintesis dan sekresi IGF-1 peptida yang         menstimulasi pertumbuhan tulang, pada sel lemak IGF-1 menstimulasi      lipolisis, dan pada otot hormmon ini menstimulasi sistesis protein.
     Sekresi hormon pertumbuhan (GH) diregulasi terutama oleh hipotalamus yang   memproduksi hormon pelepas hormon pertumbuhan (growth hormone –      releasing hormone, GHRH). GHRH pada manusia merupakan peptida yang    terdiri dari 44 asam amino, yang dilepaskan ke sistem portal dan berkaitan dengan reseptor spesifik pada somatotrop hipofisis anterior untuk menstimulasi      pelepasan GH.  Selain itu, Hipotalamus juga memproduksi hormon inhibitor         yang disebut somatostatin, yang berfungsi menghambat pelepasan GH dari            somatotrop.
e.  Prolactin (PRL)
     Prolaktin (PRL) memacu sintesis susu. Bersama dengan steroid adrenal dan       estrogen, PRL menstimulasi pertumbuhan sistem duktus mamaria.
     Sekresi prolaktin (PRL) dari sel laktotrop hipofisis anterior dikontrol oleh suatu             refleks, yaitu refleks isap neuroendokrin. Sekresi prolaktin normalnya berada   dalam kontrol inhibisi oleh dopamin dari hipotalamus. Pengontrolan pelepasan          prolaktin oleh otak sangat kompleks dan belum sepenuhnya dimengerti.      Peptida pelepas prolaktin yang baru telah ditemukan pada hipotalamus, namun        perannya sebagai faktor pelepas PRL spesifik belum diketahui. Hormon      pelepas tirotropin (TRH), peptida vasoinhibitor (VIP), dan angiostensin II      bekerja pada hipotalamus untuk menstimulasi sekresi PRL dari hipofisis             anterior. Prolaktin mempunyai banyak efek lain baik pada pria maupun wanita,        banyak diantaranya masih belum sepenuhnya dimengerti. Hormon ini      dilepaskan saat stres, tidur, saat makan, dan berolahraga, dan terlibat dalam            pertumbuhan rambut. Selama siklus menstruasi normal, hormonini             mempertahankan produksi reseptor LH, dan juga mempertahankan produksi      reseptor LH selama kehamilan.
f.  Melanocyte stimulating hormone (MSH)
     Melanosit Stimulating Hormon (MSH). Apabila hormon ini banyak dihasilkan   maka menyebabkan kulit menjadi hitam.


TABEL KISARAN NORMAL ENDOKRIN
ACTH
09:00
10-80ng/L
Aldosteron (berbanding)

100-5—pmol/L
Kortisol
09:00
24:00
140-680 nmol/L
<100 nmol/L
FSH

Folikular
Pasca menopause
2-10 U/L
2-8 U/L
>15 U/L
GH
Setelah diberi glukosa
Stres
<2 mU/L
>20 mU/L
LH

Folikular
Pascamenopause
2-10 U/L
2-10 U/L
>20 U/L
PTH

10-65 ng/L
Prolaktin

50-400 mu/L
Renin

13-114 mU/L
Testosteron
Laki-laki
Perempuan
9-30 nmol/L
<2,5 nmol/L
TSH

0,3-4,0 mU/L

A. Hiperpituitarisme
2.1 Pengertian
          Hiperpituitary adalah suatu kondisi patologis yang terjadi akibat tumor atau hiperplasi hipofisisme sehingga menyebabkan peningkatkan sekresi salah satu hormone hipofise atau lebih.
          Hiperpituitary adalah suatu keadaan dimana terjadi sekresi yang berlebihan satu atau lebih hormone - hormone yang disekresikan oleh kelenjar pituitary{ hipofise} biasanya berupa hormone- hormone hipofise anterior (Izzha, 2012).

2.2  Etiologi
            Hiperpituitari dapat terjadi akibat malfungsi kelenjar hipofisis atau hipotalamus, penyebab mencakup :
1.    Adenoma primer salah satu jenis sel penghasil hormone, biasanya sel penghasil GH, ACTH atau prolakter.
2.    Tidak ada umpan balik kelenjar sasaran, misalnya peningkatan kadar TSH          terjadi apabila sekresi HT dan kelenjar tiroid menurun atau tidak ada. (Buku           Saku Patofisiologis, Elisabeth, Endah P. 2000. Jakarta : EGC)

2.3  Patofisiologi
          Hiperfungsi hipofise dapat terjadi dalam beberapa bentuk bergantung pada sel mana dari kelima sel-sel hipofise yang mengalami hiperfungsi. Kelenjar biasanya mengalami pembesaran disebut adenoma makroskopik bila diameternya lebih dari 10 mm atau adenoma mikroskopik bila diameternya kurang dari 10 mm, yang terdiri atas 1 jenis sel atau beberapa jenis sel. Adenoma hipofisis merupakan penyebab utama hiperpituitarisme. Penyebab adenoma hipofisis belum diketahui. Adenoma ini hampir selalu menyekresi hormon sehingga sering disebut functioning tumor.
          Kebanyakan adalah tumor yang terdiri atas sel-sel penyekresi GH, ACTH dan prolaktin. Tumor yang terdiri atas sel-sel pensekresi TSH-, LH- atau FSH- sangat jarang terjadi. Functioning tumor yang sering di temukan pada hipofisis anterior adalah:

1. Prolactin-secreting tumors ( tumor penyekresi prolaktin ) atau                       prolaktinoma.
          Prolaktinoma (adenoma laktotropin) biasanya adalah tumor kecil, jinak, yang terdiri atas sel-sel pensekresi prolaktin. Gejala khas pada kondisi ini sangat jelas pada wanita usia reproduktif dan dimana terjadi tidak menstruasi, yang bersifat primer dan sekunder,  galaktorea (sekresi ASI spontan yang tidak ada hubungannya dengan kehamilan), dan infertilitas.
2. Somatotroph tumors ( hipersekresi pertumbuhan )
          Adenoma somatotropik terdiri atas sel-sel yang mengsekresi hormon pertumbuhan. Gejala klinik hipersekresi hormon pertumbuhan bergantung pada usia klien saat terjadi kondisi ini. Misalnya saja pada klien prepubertas, dimana lempeng epifise tulang panjang belum menutup, mengakibatkan pertumbuhan tulang-tulang memanjang sehingga mengakibatkan gigantisme. Pada klien postpubertas, adenoma somatotropik mengakibatkan akromegali, yang ditandai dengan perbesaran ektremitas ( jari, tangan, kaki ), lidah, rahang, dan hidung. Organ-organ dalam juga turut membesar ( misal; kardiomegali). Kelebihan hormon pertumbuhan menyebabkan gangguan metabolik, seperti hiperglikemia dan hiperkalsemia. Pengangkatan tumor dengan pembedahan merupakan pengobatan pilihan. Gejala metabolik dengan tindakan ini dapat mengalami perbaikan, namun perubahan tulang tidak mengalami reproduksi.
3. Corticotroph tumors ( menyekresi ardenokortikotrofik /ACTH )
          Adenoma kortikotropik terdiri atas sel-sel pensekresi ACTH. Kebanyakan tumor ini adalah mikroadonema dan secara klinis dikenal dengan tanda khas penyakit Cushing’s.

2.4  Manifestasi Klinis
1.    Perubahan bentuk dan ukuran tubuh serta organ – organ dalam (seperti tangan, kaki, jari – jari tangan, lidah, rahang, kardiomegali)
2.    Impotensi
3.    Visus berkurang
4.    Nyeri kepala dan somnolent
5.    Perubahan siklus menstruasi (pada klien wanita), infertilitas (ketidaksuburan)
6.    Libido seksual menurun
7.    Kelemahan otot, kelelahan dan letargi  (Hotman Rumahardo, 2000 : 39)
8.    Tumor yang besar dan mengenai hipotalamus: suhu tubuh, nafsu makan dan      tidur bisa terganggu, serta tampak keseimbangan emosi
9.    Gangguan penglihatan sampai kebutaan total

2.5  Penatalaksanaan
          Hipofisektomi adalah tindakan pengangkatan adenoma hipofise melalui pembedahan. prosedur operasi tersebut mencakup tindakan tranpenoidal hiposektomi dengan narkose. Insisi pada lapisan dalam bibir atas masuk ke sella tursika melalui sinus spenoidalis. Yang kedua adalah tranfrontal kraniotomi yaitu dengan membuka rongga kranium melalui tulang frontal.

2.6  Komplikasi
1.    Gangguan hipotalamus.
2.    Penyakit organ ’target’ seperti gagal tiroid primer, penyakit addison atau gagal gonadal primer.
3.    Penyebab sindrom chusing lain termasuk tumor adrenal, sindrome ACTH          ektopik.
4.    Diabetes insipidus psikogenik atau nefrogenik.
5.    Syndrom parkinson

2.7  Pemeriksaan Diagnostik
a.    Kadar prolaktin serum
b.    CT – Scan / MRI.
c.    Pengukuran lapang pandang.
d.    Pemeriksaan hormon.
e.    Angiografi.
f.     Tes toleransi glukosa.
g.    Tes supresi dengan dexamethason.

Pengertian Hipopituitari      
          Hipopituitari adalah hiposekresi satu atau lebih hormone hifopisis anterior. (Barbara C. Long)
          Hipopituitari adalah insufisiensi hipofisis akibat kerusakan lobus anterior kelenjar hipofise.(keperawatan medical bedah, hal :233)
          Hipopituitari adalah penurunan atau tidak ada sekresi satu atau lebih hormone kelenjar hipofisis anterior. (standar perawatan pasien, hal :399 )
          Hipopituitari adalah defisiensi hormone tyroid, adrenal, gonadal, dan hormone pertumbuhan akibat penyakit hipofisis.(Jonathan gleadle)

Etiologi
Faktor- faktor yang dapat menyebabkan hipopituitari diantaranya adalah :
1.    Sekunder    :  tumor – tumor jinak atau ganas metastasik desak ruang.
2.    Vaskuler     : perdarahan ke dalam adenoma hipofisis; infark post partum           (sindrom seehan ); aneurisma arteri karotis.
3.    Infiltrasi dan granuloma     : histiositosis, sarkoidosis, hemokromatosis.
4.    Infeksi        : tuberculosis, pasca meningitis.
5.    Traumatic   : setelah cedera kepala.
6.    Sindrom sela tursika yang kosong  primer atau sekunder dari infark tumor          hipofisis.
7.    Hipopituitari idiopatik
8.    Defek congenital seperti pada dwarfisme pituitary atau hipogonadisme

Patofisiologi
          Penyebab  hipofungsi hipofise dapat bersifat primer dan sekunder. primer bila gangguannya terdapat pada kelenjer hipofise itu sendiri, dan sekunder  bila gangguan terdapat dihipotalamus penyebab tersebut termasuk diantaranya :
1.    Defek perkembangan kongenital, seperti pada dwarfisme pituitari atau   hipogonadisme.
2.    Tumor yang merusak hipofise (mis: adenoma hipofise nonfungsional) atau         merusak hipotalamus (mis: kraniofaringioma atau glioma).
3.    Iskemia, seperti pada nekrosis postpartum (sindrom sheehan’s).
`        Kelenjar hipofisis atau pituitari terletak di bawah hipotalamus otak dan melekat melalui suatu tangkai pada eminensia medialis otak yang terdiri dari lobus posterior (neurohipofisis) dan lobus anterior. Lobus posterior berasal dari infundibulan diencefalon yang mempunyai sambungan saraf langsung lewat jaras serat yang besar yang mengekskresi hormon ADH dan oksitosin. Lobus anterior berkembang dari ektoderm stomadeum (kantong Rathke) dan dikendalikan melalui sekresi hipotalamus yang mensekresi hormone THS, ACTH, FSH, LH. Ujung sebagian serabut saraf hipotalamus melepaskan neurohormon ke dalam kapiler eminensia medialis dan dibawa ke sistem portal hipofisis. Eminensia medialis merupakan lintasan akhir bersama seluruh faktor pelepas (releasing factor). Ada 2 tipe sekresi hipotalamus yaitu hormon pelepas (releasing) dan hormon penghambat (inhibisi). Hormon hipofisis yang tidak memiliki kontrol umpan balik dari produk kelenjar sasaran (growth hormone, prolaktin, dan melanocyte-stimulating hormon) memerlukan inhibitor dan stimulator hipotalamus untuk pengendaliannya. Yang memiliki stimulator adalah kortikotropin, tirotropin, LH, FSH. (4,5)
          Growth hormone atau somatotropin mempunyai pengaruh metabolik utama yang pada anak-anak untuk pertumbuhan somatik dan orang dewasa untuk mempertahankan ukuran normal tubuh, pengaturan sintesis protein dan pembuatan nutrien. Growth hormon memproduksi somatomedin yang memperantarai efek growth promoting. Apabila tanpa somatomedin maka GH tidak dapat merangsang pertumbuhan. Sekresi GH diatur oleh GHRH dari hipotalamus dan oleh somatostatin (hormon penghambat). Pelepasan GH dirangsang oleh hipoglikemia dan oleh asam amino (seperti arginin). (3)
          Penghambatan pelepasan GH dan somatostatin oleh kelenjar hipofisis akan mengakibatkan  pertumbuhan terhambat yang ditandai anak cebol, kepala bulat, wajah pendek dan lebar, tulang frontal menonjol, mata agak menonjol, gigi berupsi lambat, ekstremitas kecil, pertumbuhan rambut hampir tidak ada, keterlambatan mental. Hal ini diakibatkan oleh proses patologik yaitu (1) Tumor hipofisis yang merusak sel-sel hipofisis yang normal. (2) Trombosis vaskuler yang mengakibatkan nekrosis kelenjar hipofisis normal. (3) Penyakit granulomatosa infiltratif yang merusak hipofisis, dan (4) Destruksi sel-sel hipofisis yang bersifat idiopatik atau autoimun.

Manifestasi Klinis
1.    Sakit kepala dan gangguan penglihatan atau adanya tanda-tanda tekanan           intracranial yang meningkat.
2.    Defisiensi hormone pertumbuhan : gangguan pertumbuhan pada anak-anak        (dwarfisme).
3.    Defisiensi gonadotropin : laki-laki terjadi impoten, hilangnya libido, jumlah       sperma berkurang, gangguan ereksi, testis mengecil, dan rambut rontok. Pada        wanita terjadi oligomenorea / amenorea, atrofi uterus dan vagina, potensial         atrofi payudara, dan pada anak-anak mengalami terlambat pubertas. Pada   dewasa terjadi tubuh pendek sekali, pertumbuhan otot buruk sehingga cepat           lelah, emosi labil dan manifestasi deficit prolactin ( ibu pascapartum tidak           mengeluarkan air susu dan kadar prolactin serum kurang ).
4.    Defisiensi TSH : rasa lelah konstipasi kulit kering gambaran laboratorium dari    hipertiroidisme.
5.    Defisit kortikotropin : malaise, anoreksia, rasa lelah yang nyata, pucat, gejala-    gejala yang sangat hebat selama menderita penyakit sistemik ringan biasa,      gambaran lab dari penurunan fungsi adrenal.

Penatalaksanaan
a.  Kausal
1.    Bila disebabkan oleh tumor, umumnya dilakukan radiasi bila gejala-gejala          tekanan oleh tumor progresif dilakukan operasi.
b.  Terapi substitusi
1.    Hidrokortison antara 20 – 30 mg sehari diberikan per–os, umumnya        disesuaikan dengan siklus harian sekresi steroid yaitu 10 – 15 mg waktu pagi,             10 mg waktu malam.
2.    Puluis tiroid / tiroksin diberikan setelah terapi dengan hidrokortison.
3.    Pada penderita laki – laki berikan suntikan testosteron enantot atau testosteron siprionat 200 mg intramuskuler tiap 2 minggu. Dapat juga diberikan   fluoxymestron 10 mg per-os tiap hari.
4.    Esterogen diberikan pada wanita secara siklik untuk mempertahankan siklus      haid. Berikan juga androgen dosis setengah dosis pada laki – laki hentikan bila ada gejala virilisasi ’’growth hormone’’ bila terdapat dwarfisme.
c.  Tumor hipofisis, diobati dengan pembedahan radioterapi atau obat (misal :         akromegali dan hiperprolaktinemia dengan hymocriptine).
d.  Defisiensi hormon hos diobati sebagai berikut : penggantian GH untuk   defisiensi GH pada anak – anak, tiroksin dan kortison untuk defisiensi TSH     dan ACTH, penggantian androgen atau esterogen untuk defisiensi      gonadotropin sendiri (isolated) dapat diobati dengan penyuntikan FSH atau      HCG.
e.  Desmopressin dengan insuflasi masal dalam dosis terukur.

Komplikasi
1. Kardiovaskuler.
     a. Hipertensi.
     b. Tromboflebitis.
     c. Tromboembolisme.
     d. Percepatan uterosklerosis.
2. Imunologi.      
    Peningkatan resiko infeksi dan penyamaran tanda – tanda infeksi.
3. Perubahan mata.
     a. Glaukoma.
     b. Lesi kornea.
4. Muskuloskeletal.
     a. Pelisutan otot.
     b. Kesembuhan luka yang jelek.
     c. Osteoporis dengan fraktur kompresi vertebra, fraktur patologik tulang            panjang, nekrosis aseptik kaput femoris.
5. Metabolik.
    Perubahan pada metabolisme glukosa sindrome penghentian steroid.
6. Perubahan penampakan.
     a. Muka seperti bulan (moon face).
     b. Pertambahan berat badan.
     c. Jerawat.
Pemeriksaan diagnostik
a.  Pemeriksaan Laboratorik ditemukan Pengeluaran 17 ketosteroid dan 17             hidraksi kortikosteroid dalam urin menurun, BMR menurun.
b.  Pemeriksaan Radiologik / Rontgenologis ditemukan Sella Tursika :
1)  Foto polos kepala
2)  Poliomografi berbagai arah (multi direksional).
3)  Pneumoensefalografi.
4)  CTScan.
5)  Angiografi serebral.
c.  Pemeriksaan Lapang Pandang.
1)  Adanya kelainan lapangan pandang mencurigakan.
2)  Adanya tumor hipofisis yang menekan kiasma optik.
d.  Pemeriksaan Diagnostik
1)  Pemeriksaan kartisol, T3 dan T4, serta esterogen atau testosteron.
2)  Pemeriksaan ACTH, TSH, dan LH.
3)  Tes provokasi dengan menggunakan stimulan atau supresan hormon, dan           dengan melakukan pengukuran efeknya terhadap kadar hormon serum.
4)  Tes provokatif.
2.8     Prognosis
          Kematian dapat terjadi karena keterlambatan dalam pengobatan.
          Prognosis untuk hidup tergantung pada faktor penyebab. Bila tidak ada lesi anatomik maka penderita dapat mencapai usia tua.
          Prognosis tinggi badan akhir sulit, karena pertumbuhan masih mungkin berlanjut lama setelah masa remaja yang lazim karena epifisis tetap terbuka. Maturasi seksual juga terjadi 10 - 20 tahun lebih lambat dari orang normal. Pertumbuhan susulan seringkali diamati pada anak yang menjalani pembedahan kraniofaringioma atau tumor hipotalamus lainnya. Yang mengherankan, pertumbuhan dapat terjadi bahkan tanpa hGH. Tampaknya pertumbuhan bergantung pada somatomedin, karena kadar plasmanya normal. Rangsangan untuk produksi somatomedin pada pasien-pasien ini tidak diketahui.


FSH & LH

GH

PRL

MSH

ACTH

TSH

Sekresi GH

Hipopituitary

Tumor hipofisis /hipotalamus, trauma, infeksi SSP, Autoimun, idiopatik

Gigantisme Akromegali
Post puber : pembesaran jari, tangan, organ dalam
Hiperpituitary

Gangguan pertumbuhan

Tumor hipofisis /hipotalamus,

Tumor hipofisis /hipotalamus,


Tumor hipofisis /hipotalamus, lesi

Tumor hipofisis /hipotalamus, Tumor adrenal

Tumor hipofisis /hipotalamus, pembedahan, Autoimun

                                   
Pertumbuhan lambat

Dwarfisme
Gangguan citra tubuh
Hiperpituitary

Cemas/Takut
Ancaman kematian

Nyeri kepala
Gangguan sensori perseptual
Kompresi tumor pada nervus optikus
Gangguan transmisi impuls
Penekanan jaringan oleh tumor

Sindrom cushing/hipersekresi kortisol

Pubertas : pertumbuhan tulang memanjang
     
Kulit     menjadi hitam

Hiper gonadisme

Sekresi TSH

Sekresi FSH & LH

Disfungsi seksual

Hipo

Hiper

PRL

Kegagalan mensek   resi air susu setelah melahirkan

Galak tore

PRL

Hipopituitary

Hiper tiroidisme

Palpitasi, takikardi dll

Infertilitas

Impotensi

Libido

Amenore

Hipo gonadisme

Sekresi FSH & LH

Hiper

Hiper pigmentasi

Kulit     pucat

Sekresi   MSH

Sekresi   MSH

Hipopituitary

Hiperpituitary

Kortisol

Sekresi ACTH

Hipoglikemia

Glukoneogenesis berkurang, glikogen hati menurun, peningkatan kepekaan jar. Perifer terhadap insulin

Kortisol

Sekresi ACTH

Hiperpituitary

Hipopituitary

Kelainan mental, & keterlambatan perkem -bangan

Hipotiroidism

Sekresi TSH

Sekresi GH

Hipopituitary


BAB IV
ASUHAN KEPERAWATAN
Asuhan Keperawatan Hiperpituitary
A. Pengkajian
a.    Kaji riwayat penyakit, manifestasi klinis tumor hipofise baik dari peningkatan    prolaktin, GH dan ACTH yang mulai dirasakan.
b.    Kaji usia, jenis kelamin dan riwayat penyakit yang sama dalam keluarga.
c.    Pemeriksaan fisik mencakup :
1)   Amati bentuk wajah, khas apabila ada hipersekresi GH seperti bibir dan hidung             besar, dagu menjorok ke depan.
2)   Amati adanya kesulitan mengunyah dan gigi yang tidak tumbuh dengan baik.
3)   Pemeriksaan ketajaman penglihatan akibat kompresi saraf optikus, akan             dijumpai penurunan visus.
4)   Suara membesar karena hipertropi laring.
5)   Pada palpasi abdomen, didapat hepatomegali dan splenomegali.
6)   Disfagia akibat lidah membesar.
7)   Pada perkusi dada dijumpai jantung membesar.

B. Diagnosa Keperawatan
a.    Nyeri kepala yang berhubungan dengan penekanan jaringan oleh tumor.
b.    Perubahan citra tubuh b.d  perubahan penampilan fisik.
c.    Disfungsi seksual  b.d  penurunan libido, infertilitas, dan impotent.
d.   Perubahan sensori perseptual (penglihatan) yang berhubungan dengan    gangguan transmisi impuls akibat kompresi tumor pada nervus optikus.
e.    Takut yang berhubungan dengan ancaman kematian akibat tumor otak

C. Intervensi Keperawatan
a.    Nyeri kepala yang berhubungan dengan penekanan jaringan oleh tumor.
Tujuan : setelah dilakukan intervensi selama 1 x 24 jam pasien mengalami perubahan dalam rasa nyaman dan penurunan tingkat nyeri
Kriteria hasil :
1.      Pasien tidak mengeluh nyeri
2.      Pasien merasa nyaman
3.      Skala nyeri 2 ( 0 – 4 )
Intervensi
Rasional
Dorong klien agar mau mengungkapkan apa yang dirasakan.
Agar perawat mengetahui apa yang dirasakan klien.
Kaji skala nyeri
Untuk mengetahui intensitas dari nyeri dan menentukan intervensi selanjutnya.
Berikan tehnik relaksasi dan distraksi
Pengalihan perhatian dapat mengurangi rasa nyeri.
Kolaborasi pemberian analgetik untuk mengurangi rasa nyeri.
Pemberian obat analgetik untuk mengurangi nyeri.

b.    Perubahan citra tubuh b.d  perubahan penampilan fisik.
Tujuan : setelah dilakukan intervensi selama 3 x 24 jam klien memiliki kembali citra tubuh yang positif dan harga diri yang tinggi.
Kriteria hasil : Melakukan kegiatan penerimaan, penampilan.
INTERVENSI
RASIONAL
Mandiri :          
Dorong klien agar mau mengungkapkan pikiran dan perasaannya terhadap perubahan.

Untuk  mengetahui apa yang dirasakan oleh klien sehubungan perubahan tubuhnya.
Bantu klien mengidentifikasi kekuatannya serta segi – segi positif yang dapat dikembangkan oleh klien.
Agar klien mampu mengembangkan dirinya kembali.
Yakinkan klien bahwa sebagioan gejala dapat berkurang dengan pengobatan.
Agar klien tetap optimis dan berfikir positif selama pengobatan.

c.    Disfungsi seksual  b.d  penurunan libido, infertilitas, dan impotent.
Tujuan : setelah dilakukan intervensi selama 3 x 24 jam fungsi seksual klien kembali normal
Kriteria hasil : Mulai membicarakan perasaan tentang seksualitas dengan pasangan, mengungkapkan pengertian tentang efek terhadap pola seksual.
INTERVENSI
RASIONAL
Mandiri :         
Identifikasi masalah spesifik yang berhubungan dengan pengalaman pada klien terhadap fungsi seksualnya.

Agar perawat dapat mengetahui masalah seksual klien dan lebih terbuka kepada perawat.

Dorong klien agar mau mendiskusikan masalah tersebut dengan pasangannya.
Agar klien mendapat hasil mufakat bersama pasangannya.

d.  Perubahan sensori perseptual (penglihatan) yang berhubungan dengan    gangguan transmisi impuls akibat kompresi tumor pada nervus optikus.
Tujuan : setelah dilakukan intervensi selama 2 x 24 jam perubahan sensori perceptual tidak terjadi.
Kriteria hasil : Berorientasi pada tempat dan nama, tidak terjadi cedera, TTV dalam batas normal (TD : 120/80 mmHG, T : 36-37 derajat C, RR : 16-24 x/menit, dan N : 60-100 x /menit)



Intervensi
Rasional
Dorong klien agar mau melakukan pemeriksaan lapang pandang.
Agar perawat mengetahui jarak lapang klien.
Anjurkan keluarga untuk selalu menemani pasien
Keluarga dapat mengawasi pasien agar tidak terjadi cidera yang diinginkan

e.  Takut yang berhubungan dengan ancaman kematian akibat tumor otak
Tujuan : setelah dilakukan intervensi selama 3 x 24 jam klien akan memperlihatkan penurunan tingkat kecemasan
Kriteria hasil : Klien dapat merasa tenang, dan kecemasan yang dirasakan berkurang.
Intervensi
Rasional
Observasi tanda dan gejala kecemasan dan ketakutan, catat ekspresi verbal maupun nonverbal.
Pemeriksaan tersebut ditujukan agar perawat dapat memberikan rasa nyaman kepada pasien
Gali perasaan, anjurkan klien untuk mendiskusikan ketakutan, diagnosa penyakit dan terapi yang diberikan
Agar pasien dapat mendapatkan terapi yang optimal
Berikan dukungan emosional.
Agar pasien tidak merasa sendiri dan mendapatkan support / dukungan
Jelaskan secara sederhana tentang hal yang ditanyakan klien
Bahasa yang sederhana dapat mempermudah pemahaman pasien
Bantu klien untuk mengatasi kecemasan, berikut alternative cara untuk mengatasi kecemasan seperti bimbingan imagenery, teknik relaksasi.
Untuk menciptakan kenyamanan dan ketenangan pasien



BAB 4
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1  Kesimpulan
          Lobus anterior merupakan 80% dari berat kelenjar hipofisa. Bagian ini melepaskan hormon yang mengatur pertumbuhan dan perkembangan fisik yang normal atau merangsang aktivitas kelenjar adrenal, kelenjar tiroid serta indung telur atau buah zakar.
          Hipofise anterior mensekresikan beberapa hormon yaitu : Adrenocorticotropic hormone (ACTH), Thyroid stimulating hormone (Thyrotropin, TSH), Foolicle stimulating hormone ( FSH), Luteinizing hormone (LH), Growth hormone, dan prolaktin (PRL).
          Adanya masa pada kelenjar hipofise anterior serta terganggunya produksi hormon dapat menyebabkan gangguan yang berupa hipofungsi kelenjar hipofise anterior (hipopituitary) dan hiperfungsi kelenjar hipofise anterior (hiperpituitary).

4.2 Saran
1.    Kepada orang tua khususnya harus lebih waspada dalam memerhatikan kesehatan jasmani maupun rohaninya agar terhindar dari penyakit yang tidak      diinginkan salah satunya adalah dengan melakukan olahraga secara rutin.
2.    Kami selaku penulis menyarankan kepada para pembaca baik individu,   keluarga maupun masyarakat serta teman-teman, agar kiranya dapat       memerhatikan adanya gejala sakit kepala dan gangguan penglihatan atau    tekanan intraakranial secara meningkat karena hal tersebut bisa menjadi suatu          gejala dari gangguan pada kelenjar hipofise anteriornya.




DAFTAR PUSTAKA

Baradero, Mary. 2009. Klien gangguan endokrin. Jakarta : EGC
Izzha. 2012. Askep hiperpituitari. http://izzh4.blogspot.com/2012/12/askep-hyperpituitary.html. Diakses pada tanggal 04 Maret 2013 pada pukul 16:54 WIB
Laksana. 2011. Askep pada klien dengan gangguan kelenjar hipofisehiperpituitari dan hipopituitari. http://nursingbloglaksana.blogspot.com/2011/12/v-behaviorurldefaultvmlo.html. Diakses pada tanggal 03 Maret 2013 pada pukul 11:09 WIB
Popon. 2012. Asuhan keperawatan dengan gangguan sistem endokrin pada kasus hiperpituitari. http://poponsweet.blogspot.com/2012/12/hiperpituitari.html. Diakse pada tanggal 05 Maret 2013 pada pukul 16:00 WIB